Sabtu, 16 April 2011

Tujuh Indikasi Rekayasa Kasus Antasari

JAKARTA - Komisi Yudisial akan meminta keterangan pengacara Antasari Azhar Senin, 18 April 2011, pekan depan. Hal ini terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang menangani perkara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu.

Antasari dihukum 18 tahun penjara dengan tuduhan mendalangi pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen.

“Kami diundang Komisi Yudisial untuk memberikan keterangan lebih detail atas laporan kami,” kata Ari Yusuf Amir, salah seorang pengacara Antasari saat dihubungi okezone di Jakarta, Jumat (15/4/2011) malam.

Dia menjelaskan, Komisi Yudisial menemukan indikasi perilaku hakim tak profesional karena mengabaikan beberapa fakta penting di persidangan. Berdasarkan catatan tim pengacara, terdapat 7 fakta persidangan yang tidak diperhatikan hakim. Padahal, fakta ini berkaitan langsung dengan inti perkara yang bisa mengarah kepada pelaku yang sebenarnya membunuh Nasruddin.

“Kalau Komisi Yudisial nanti kalau bisa menemukan indikasi dan menemukan kebenaran maka hakim yang menangani ini dikenakan sanksi pelanggaran,” katanya.

Temuan lembaga itu akan menjadi salah satu bahan bagi tim pengacara saat mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. “Ada kekhilafan hakim yang fatal di situ,” ujar Amir.

Berikut fakta-fakta yang diabaikan hakim menurut catatan pengacara Antasari.

Pertama, tentang adanya sms ancaman dari Antasari terhadap Nasrudin yang dijadikan bahan dakwaan jaksa. Ternyata dalam persidangan terbukti bukan berasal dari ponsel Antasari berdasarkan keterangan saksi ahli tekonologi.

Namun, hakim mengabaikan dan tetap menggunakan keterangan saksi yang mengaku pernah melihat sms ancaman tersebut.

Kedua, keterangan saksi ahli senjata Roy Haryanto yang atlet petembak yang pernah sekolah khusus senjata di Colorado. Saksi mengatakan senjata yang dijadikan barang bukti di kasus itu rusak dan macet sehingga jika digunakan untuk menembak pasti tidak akan mengenai sasaran.

Ketiga, Roy Haryantomengatakan bahwa untuk melakukan penembakan seperti itu dengan tangan satu dan sambil berjalan dibutuhkan penembak profesional yang ahli sudah harus belajar menembak dengan ribuan peluru. Sedangakan diketahui penembak yang sekarang ini dihukum masih amatir dan hanya belajar satu kali dua kali menembak.

“Jadi tidak mungkin mereka melakukan penembakan itu,” ujar Amir.

Keempat, Ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Mun’im Idris mengatakan mayat Nasruddin sudah dimanipulasi dan peluru yang ditemukan berkaliber 9 mm. Sedangkan Nasruddin dianggap meninggal dengan ditembak menggunakan pistol jenis revolver dengan kaliber 3,8 mm.

Kelima, tim pengacara sempat meminta baju korban dihadirkan di persidangan tetapi sampai akhir tidak juga dibawa ke pengadilan. Baju korban perlu diteliti untuk membuktikan apakah penembakan dilakukan dari jarak jauh, jarak dekat atau melalui penghalang. Dalam kasus kematian Nasrudin, korban didalilkan jaksa ditembak dari luar menembus kaca mobil yang ditumpanginya. Namun, pengacara berasumi penembakan berasal dari dalam mobil sendiri sehingga mesiu pasti melekat di baju tersebut.

“Untuk membuktikan itu baju itu sudah hilang. Itu yang kita sesalkan,” katanya.

Keenam, mengenai hal ganjil dalam persidangan tentang pengusaha Sigit Haryo Wibisono yang merekam pembicaraan pertemuannya dengan Antasari. Pengacara mempertanyakan motif Sigit karena dari rekaman tersebut tampak dia aktif berbicara mengenai rencana pembunuhan tersebut seakan-akan berupaya menjebak Antasari.

Adapun yang ketujuh ialah Rani Juliani yang dianggap sengaja dipasang Nasrudin sebagai umpan menjebak Antasari di Hotel Grand Mahakam. Sebab, ketika itu Rani memasuki kamar Antasari dengan membawa rekaman dan ponsel dalam keadaan aktif menelpon Nasrudin.

sumber : http://news.okezone.com/read/2011/04/16/339/446675/tujuh-indikasi-rekayasa-kasus-antasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar