Sabtu, 16 April 2011

TPI Sah Milik MNC

JAKARTA – Klaim pihak Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut atas kepemilikan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang sebelumnya didasarkan atas surat Pelaksana Harian Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) sudah tidak berlaku.

Kemenkum HAM melalui kuasa hukumnya Sjafruddin dan Chandra Anggiat secara tegas membantah semua klaim kepemilikan Tutut atas saham TPI yang sebelumnya didasarkan atas surat tersebut. “Secara jelas disebutkan dalam surat, kemenkum HAM tidak pernah mengeluarkan surat keputusan yang bersifat final. Sehingga kepemilikan TPI masih ditangan MNC (Media Nusantara Citra),” kata Guru Besar Hukum dari Universitas Padjajaran I Gde Pantja.

Menurut Pantja, pihak Tutut sudah tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim kepemilikan saham atas TPI. Hal itu didasarkan atas penegasan Kemenkum HAM yang tertuang dalam surat jawaban tertulis yang dikirimkan kepada kuasa hukum TPI versi MNC, Hotman Paris Hutapea, pada 5 Agustus 2010.

Isi surat Kemenkum HAM antara lain membantah semua klaim dari kubu Tutut atas kepemilikan saham PT TPI. Sebelumnya, Kemenkumham dalam surat tertulisnya menyatakan secara tegas bahwa Dirjen AHU tidak pernah mengeluarkan surat keputusan yang bersifat final.

Menurut Dirjen AHU, surat yang pernah dikeluarkan bawahannya yaitu surat Plh Direktur Perdata Tertanggal 8 Juni 2010 tersebut bukan suatu keputusan dan tidak memenuhi syarat-syarat sebagai keputusan tata usaha negara. Sampai hari ini belum ada tindak lanjut atau keputusan apapun yang dikeluarkan oleh Kemenkum HAM yang bersifat final sebagaimana diklaim group Tutut.

Dengan demikian, lanjut Pantja, surat yang ditandatangani Plh Direktur Perdata Kemenkum HAM Rike Amavita yang dijadikan dasar pihak Tutut mengklaim TPI sudah tidak berlaku dengan dikeluarkannya surat jawaban dari Dirjen AHU melalui kuasa hukumnya Sjafruddin dan Chandra Anggiat.

Artinya, surat terbaru tersebut secara otomatis menjadikan MNC sebagai pemilik saham TPI sah. ”Sebenarnya sejak lama saya pernah bilang,tanpa ada pernyataan Kemenkum HAM pun saya sudah katakan surat itu tidak bisa dijadikan dasar,” tandasnya.
Pantja menambahkan, implikasi lainnya atas jawaban Kemenkum HAM itu juga memengaruhi pembentukan direksi TPI versi Tutut. ”Dengan sendirinya, begitu TPI tetap pada MNC maka direksi versi Tutut gugur. Kecuali, kalau Tutut mempunyai bukti lain,” tutur dia.

Saat disinggung apakah dengan adanya penegasan dari kemenkum HAM berarti aspek hukum menyangkut kepemilikan saham TPI sudah berakhir. Menurut dia, keluarnya surat tertulis dari kemenkum HAM bisa menjadi dasar kepemilikan saham TPI oleh MNC sah secara hukum.
Sebab, surat Plh Direktur Perdata yang awalnya diklaim sebagai surat pencabutan ternyata hanya surat korespondensi kepada pihak-pihak terkait. “Untuk saat ini tidak bisa dibantahkan, kecuali ada bukti baru yang bisa dihadirkan pihak Tutut,” jelasnya.

Senada juga diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis. Menurut Margarito, perseteruan kepemilikan saham TPI antara pihak MNC dan pihak Tutut tidak bisa terlepas dari peran kemenkum HAM. Sebab, sudah ada kekeliruan pada saat pengeluaran surat pertama yang dikeluarkan kementerianya.

“Kalau memang itu surat korespondensi, seharusnya tidak bisa menyebutkan fakta. Apalagi sampai itu dijadikan dasar klaim oleh pihak tertentu atas kepemilikan pihak lain yang sebelumnya sudah diakui dengan dikeluarkanya surat keputusan,” kata dia.

Menurut Margarito, Menkum HAM tidak bisa lepas tangan dengan adanya persoalan tersebut. Apalagi ini sudah menyangkut persoalan hukum yang melibatkan instansi yang dinaunginya. Menkum HAM, lanjut dia, telah melanggar prinsip-prinsip administrasi negara.

Sebab, saat mengeluarkan surat tersebut tidak cermat, tidak detail, dan merusak prinsip berpengharapan pasti. “Menkum HAM harus taat hukum administrasi negara,” kata dia.
Sementara, Guru Besar Universitas Airlangga Hadjon juga menyatakan, Surat Plh Direktur Perdata Kemenkum HAM Rike Amavita yang digunakan Tutut sebagai dasar kepemilikan atas saham TPI batal demi hukum.

Sebab, sudah ada surat lanjutan yang menegaskan, surat sebelumnya tidak memiliki kekuatan hukum karena sifatnya hanya korespondensi. ”Surat itu batal demi hukum.Saya sudah lama katakan itu,”tegasnya.

Sebelumnya, Kemenkumham menegaskan, klaim Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) atas kepemilikan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tidak sah. Artinya, Direksi TPI versi Tutut dianggap cacat hukum dan tidak berhak atas kepemilikan TPI. Oleh karena itu, TPI secara sah tetap dimiliki oleh MNC.

Penegasan Kemenkumham tersebut tertuang dalam surat jawaban tertulis yang dikirimkan kepada kuasa hukum TPI versi MNC, Hotman Paris Hutapea, pada 5 Agustus 2010. Isi surat Kemenkumham antara lain membantah semua klaim dari kubu Tutut atas kepemilikan saham PT TPI.

Karena itu, rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS-LB) tertanggal 23 Juni 2010 yang diselenggarakan Tutut sebagai dasar pengangkatan direksi TPI tidak sah. ”Kemenkum HAM telah memberikan jawaban tertulis pada 5 Agustus 2010 yang isinya membantah semua klaim dari kubu Tutut atas kepemilikan saham PT TPI,” tegas Hotman Paris Hutapea.

Hasil RUPS-LB versi Tutut memutuskan Japto S Soerjosoemarno sebagai Direktur Utama PT TPI dan Daniel Goenawan Reso sebagai wakil direktur utama. Lalu ada beberapa direktur lain, yakni Mohamad Jarman, dan Agus Ajafrudin. Sedangkan komisarisnya Syamsir Siregar. Tutut berpatokan pada surat yang dikeluarkan Plh Direktur Perdata Kemenkum HAM Rike Amavita tertanggal 8 Juni 2010.

Namun demikian, keluarnya surat tanggapan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) melalui kuasa hukumnya Sjafruddin dan Chandra Anggiat membantah semua klaim kepemilikan Tutut atas TPI Dalam surat itu, secara tegas Kemenkum HAM membantah semua klaim dari kubu Tutut atas kepemilikan saham PT TPI yang didasarkan pada surat Plh Direktur Perdata Kemenkumham Rike Amavita.

Kemenkum HAM secara tegas menyatakan bahwa Dirjen AHU tidak pernah mengeluarkan surat keputusan yang bersifat final. Dengan dikeluarkannya surat tersebut, dasar klaim Tutut sebagai pemilik TPI tidak terbukti, cacat hukum, dan batal demi hukum. ”Surat Plh Direktur Perdata Rike Amavita bernomor AHU.2.AH. 03.04-114 A tertanggal 8 Juni 2010 bukan suatu keputusan,” tegas Hotman.

Dengan demikian, RUPS-LB versi Tutut cacat hukum dan batal demi hukum. Oleh karenanya, seluruh orang yang diangkat sebagai pengurus (direksi maupun komisaris) dalam RUPS-LB versi Tutut tidak sah. Selanjutnya Hotman Paris menganjurkan kepada seluruh Notaris,PPAT,direksi bank-bank di Indonesia dan seluruh instansi atau lembaga pemerintahan dan swasta lainnya untuk tidak membuat perikatan, akta, surat, atau keputusan apa pun dengan mendasarkan pada surat Plh Direktur Perdata Nomor AHU.2.AH.03.04- 114 A tertanggal 8 Juni 2010 tersebut. ”Hal itu untuk menghindari risiko tuntutan pidana dan perdata di kemudian hari,” terangnya.
(M Purwadi/Koran SI/ram)


sumber :: http://news.okezone.com/read/2010/08/17/337/363896/tpi-sah-milik-mnc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar