Sabtu, 16 April 2011

Bentrok Bermula dari Acara Ziarah Korban Bom TNI

JAKARTA - Bentrokan antara TNI dengan warga Kebumen, Jawa Tengah, kemarin ternyata diawali dari acara ziarah ke makam anak kecil yang menjadi korban bom bekas latihan tentara pada 22 Maret 1997 silam.

Usai ziarah, warga lantas membenahi barikade yang dipasang di Jalan Diponegoro sebagai jalan menuju kantor Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD yang telah dibongkar TNI.

“Setelah itu, warga merobohkan papan Dislitbang TNI di gapura masuk. Warga kemudian berkumpul di dekat kantor Kecamatan Bulus Pesantren dan tiba-tiba sekira 50 prajurit TNI dengan bersenjata laras panjang menyerang warga,” ungkap Sekretaris Jendral Komite Pusat Persatuan Perjuangan Indonesia (PPI) Kent Yusriansyah dalam siaran persnya kepada okezone di Jakarta, Minggu (17/4/2011).

Dalam kaitan ini PPI secara tegas mengecam aksi penembakan para petani Setrojenar oleh TNI AD. Cara penangganan TNI AD yang masih gemar mengunakan pendekatan kekerasan bersenjata terhadap aksi-aksi petani di Urutsewu, Setrojenar, Kebumen tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang apapun.

Tentu saja insiden kekerasan TNI AD terhadap petani dengan cara menembak, memukul dan teror kepada petani yang sedang bekerja di lahannya sendiri, jelas semakin meneguhkan watak asli dari institusi TNI yang anti HAM dan demokrasi. Sehingga terus memperpanjang pelanggaran HAM dan mencederai semangat demokrasi yang sedang dibangun oleh massa rakyat.

“Seharusnya TNI AD menyerahkan penyelesaian konflik tanah Urutsewu ini kepada instansi terkait, sehingga cara-cara sipil dan demokratis bisa lebih dikedepankan dalam penyelesaian konflik tanah daripada pendekatan kekerasan militer,” saran Kent.

Kekerasan dan penembakan petani oleh TNI AD kemarin terjadi di Urutsewu, Desa Setro Jenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Berdasarkan laporan KPA sedikitnya 13 petani menjadi korban kebrutalan tentara.

Empat petani mengalami luka tembak yakni Mulyanto (21), Sarwadi, Kusriyanto (29), dan Surip Supangat (Kepala Desa). Sementara sembilan petani lainnya juga mengalami luka yang cukup serius di pelipis bagian kanan, hidung membengkak dan bagian kanan kepalanya sobek.

Sebenarnya warga juga mengklaim punya bukti sah atas kememilikan tanah dan menolak lahannya digunakan sebagai tempat latihan perang. Walaupaun TNI AD berargumen bahwa mereka pernah mendapatkan izin dari Bupati Kebumen pada 1989.
“Pertanyaannya mengapa penembakan itu terjadi, tentu ini menunjukkan bahwa insiden berdarah dalam konflik lahan ini adalah puncak dari lambatnya penanganan dan respons pemerintah dan institusi terkait mulai dari tingkat daerah sampai pusat,” sesalnya.

Padahal, sambung Kent, pernah ada keputusan hasil dialog antara perwakilan Warga dengan Panglima Kodam IV/Diponegoro dan Kapolda Jawa Tengah pada Selasa, 13 April 2011, yang menyepakati akan membahas persoalan konflik pertanahan Urutsewu di tingkat yang lebih tinggi.

Atas insiden ini PPI menuntut kepada panglima TNI/Kapolri untuk memeriksa, mengadili dan menghukum pelaku dan otak penembakan petani, mendesak Presiden untuk membuat dan menetapkan kelembagaan penyelesaian konflik agraria secara cepat dan berkeadilan, mendukung seluruh perjuangan petani Urutsewu, serta mendesak Presiden untuk menjalankan pembaruan agraria sejati agar ketimpangan struktur agraria bisa diatasi secara cepat dan berkeadilan sosial.

sumber : http://news.okezone.com/read/2011/04/17/337/446889/bentrok-bermula-dari-acara-ziarah-korban-bom-tni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar